Pentingnya Pengetahuan Yang Akurat Mengenai Kesehatan Reproduksi
Kota Bogor | Jurnalissatu - Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000).
Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum
mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.
Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat
berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah.
Banyak sekali life events yang akan terjadi
yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi
berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru
memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti
merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran.
Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan
seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan.
Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan
menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). (Redaksi)